Rabu, 18 Januari 2017

Analisis Penerapan Pemanfaatan Teknologi di Perusahaan / Organisasi / Instansi

Analisis Pemanfaatan Teknologi E-Commerce Zalora Indonesia

          Seiring berjalannya waktu, semakin marak yang namanya belanja online di Indonesia dikarenakan belanja online itu sendiri memiliki konsep untuk memudahkan orang - orang dalam berbelanja. Sudah terdapat ribuan situs - situs belanja online yang menyediakan pakaian, sepatu, aksesoris, gadget bahkan komputer dan lain sebagainya. 
Saya akan sedikit menjelaskan suatu situs berbelanja online atau biasa dikenal online shop yaitu Zalora Indonesia http://www.zalora.co.id 

          Zalora merupakan sebuah toko online yang ikut meramaikan pasar E-Commerce di Indonesia. Zalora Indonesia adalah situs web belanja online yang menyediakan kebutuhan pakaian yang terdiri dari produk berbagai merek, baik lokal maupun internasional. Zalora Indonesia ini didirikan oleh Catherine Sutjahyo pada tahun 2012  yang merupakan bagian dari Zalora Grup di Asia yang terdiri dari Zalora Singapura, Zalora Malaysia, Zalora Vietnam, Zalora Taiwan, Zalora Thailand, dan Zalora Filipina. Lokasi kantor Zalora Indonesia yaitu di Menara Bidakara I, Lt. 17 Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 71 - 73, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, 12870 (PT Fashion Eservices Indonesia)

          Zalora sudah memasarkan produknya di Mobile App, yaitu Zalora Mobile App yang dapat di unduh pada smarthphone berbasis Android. Dalam aplikasi ini, memungkinkan pengguna yang gemar berbelanja untuk menerima push notificataion untuk setiap barang baru dan promo khusus sehingga mereka akan selalu memperoleh info terkini tentang fashion. Melalui aplikasi ini para pengguna juga dapat dengan mudah mengakses informasi produk secara keseluruhan termasuk gambar, ulasan produk dan peringkat.

          Sistem penjualan pada Zalora merupakan B2C atau Business to Customer, dimana target pemasaran mereka adalah individu. Zalora berfokus pada penjualan produk pakaian, tas, sepatu, sports, aksesoris, dan produk kecantikan. 

Beberapa Keunggulan dari Zalora adalah :

1. Menawarkan sistem layanan antar gratis khusus pulau Jawa dan Bali, sedangkan untuk pulai Sumatera dan Kalimantan dikenakan biaya pengiriman apabila pembelian dibawah Rp 200.000. Wilayah Indonesia Timur dan Nusa Tenggara akan dikenakan biaya kirim apabila pembelian dibawah Rp 300.000.
2. Sistem COD diberbagai kota besar di Indonesia, dan menyediakan layanan COD menggunakan Debit Card dan Credit Card untuk wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat
3. Garansi uang kembali selama 30 hari, tetapi berlaku ketentuan

Zalora juga menyediakan layanan Customer Service untuk seputar pertanyaan, bantuan, dan belanja via telepon dengan nomor : 021 - 29490100
- Senin s.d Jumat pukul 09.00 - 21.00 WIB
- Sabtu pukul 09.00 - 13.00 WIB
dan email help@zalora.co.id 

          Waktu atau estimasi penerimaan order yaitu Senin - Jumat sebelum pukul 18.00, estimasi pengiriman Jakarta 1 - 3 hari kerja, dan luar Jakarta 2 - 6 hari kerja, dihitung dari pemesanan. Order akan sampai diantara hari Senin - Sabtu. Sedangkan penerimaan order Senin - Jumat setelah pukul 18.00, estimasi pengiriman Jakarta 1 - 3 hari kerja, dan luar Jakarta 2 - 6 hari kerja, dihitung dihari kerja berikutnya.

          Proses pembayaran pada Zalora dilakukan dengan cara Transfer ATM atau bisa juga menggunakan fasilitas COD (Cash on Deivery) yaitu pembayaran secara langsung apabila barang yang dipesan telah sampai, Zalora menjamin keamanan dari data yang di input oleh customer.

Zalora menggunakan teknologi 128 - bit SSL (Secure Sockets Layer) encryption saat memproses rincian financial anda. 128 - bit SSL encryption bisa dikira mungkin akan membutuhkan waktu sesedikitnya satu triliun tahun untuk rusak, dan ini adalah standar industri. 

Cara Pembelian di Zalora 

1. Masuk ke http://www.zalora.co.id. Pilih kategori produk yang anda ingin beli


2. Pada halaman produk, pilih ukuran yang anda inginkan



3. Jika anda sudah menentukan barang - barang yang ingin anda beli , klik Lanjut ke Pembayaran untuk melakukan transaksi.

4. Anda akan diarahkan ke halaman login/daftar. Jika anda sudah memiliki akun Zalora, anda bisa memilih login


5. Di halaman selanjutnya (setelah login/daftar). Anda akan menemukan tiga buah kolom yang wajib diisi. Kolom pertama : Data pelanggan dan Alamat Pengiriman. Kolom kedua : Metode Pembayaran. Kolom Ketiga : Konfirmasi Pesanan, pastikan barang yang ingin anda pesan sudah sesuai.



6. Setelah anda memastikan bahwa semua isian sudah lengkap dan benar, klik Bayar. pembayaran anda akan langsung diproses dan anda bisa menunggu email notifikasi dari Zalora.





















Contoh Kasus yang terjadi di Indonesia tentang diskriminasi terhadap individu/kelompok/golongan yang dilatar belakangi oleh Perkembangan Sosio-Kultural dan Situsional.



B) Dilatarbelakangi oleh Perkembangan Sosio-Kultural dan Situsional.

Kerusuhan Mei 1998

Para pelaku kerusuhan 13-15 Mei 1998 terdiri dari dua golongan yakni, pertama, masa pasif (massa pendatang) yang karena diprovokasi berubah menjadi massa aktif, dan kedua, provokator. Provokator umumnya bukan dari wilayah setempat, secara fisik tampak terlatih, sebagian memakai seragam sekolah seadanya (tidak lengkap), tidak ikut menjarah, dan segera meninggalkan lokasi setelah gedung atau barang terbakar. Para provokator ini juga yang membawa dan menyiapkan sejumlah barang untuk keperluan merusak dan membakar, seperti jenis logam pendongkel, bahan bakar cair, kendaraan, bom molotov, dan sebagainya.








Titik picu paling awal kerusuhan di Jakarta terletak di wilayah Jakarta Barat, tepatnya wilayah seputar Universitas Trisakti pada tanggal 13 Mei 1998. Sementara pada tanggal 14 Mei 1998, kerusuhan meluas dengan awalan titik waktu hampir bersamaan, yakni rentang antara pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB. Dengan demikian untuk kasus Jakarta, jika semata-mata dilihat dari urutan waktu, ada semacam aksi serentak. TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) mendapatkan, bahwa faktor pemicu (triggering factor) terutama untuk kasus Jakarta ialah tertembak matinya mahasiswa Trisakti pada sore hari tanggal 12 Mei 1998.



Para pelaku kerusuhan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut:






1. Kelompok Provakator


Kelompok inilah yang menggerakkan massa, dengan memancing keributan, memberikan tanda-tanda tertentu pada sasaran, melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan. Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam kelompok kecil (lebih kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai kemampuan terbiasa menggunakan alat kekerasan), bergerak dengan mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor, mobil/Jeep) dan sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat perusak seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain. Pada umumnya kelompok ini sulit dikenal, walaupun di beberapa kasus dilakukan oleh kelompok dari organisasi pemuda (contoh di Medan ditemukan keterlibatan langsung Pemuda Pancasila). Diketemukan fakta keterlibatan anggota aparat keamanan, seperti di Jakarta, Medan, dan Solo (data TGPF Kerusuhan Mei).


2. Massa Aktif

Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang mulanya adalah massa pasif pendatang, yang sudah terprovokasi sehingga menjadi agresif, melakukan perusakan lebih luas termasuk pembakaran. Massa ini juga melakukan penjarahan pada toko-toko dan rumah. Mereka bergerak secara terorganisir.



3. Massa Pasif

Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Sebagian dari mereka terlibat ikut-ikutan merusak dan menjarah setelah dimulainya kerusuhan, tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan. Sebagian dari mereka menjadi korban kebakaran.



Penyebab



Peristiwa kerusuhan tanggal 13-l5 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks dinamika sosial politik masyarakat Indonesia pada masa itu, yang ditandai dengan rentetan peristiwa Pemilu 1997, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR RI Tahun 1998, demonstrasi simultan mahasiswa, penculikan para aktivis dan tertembaknya mahasiswa Trisakti. Pada peristiwa inilah rangkaian kekerasan yang berpola dan beruntun yang terjadi secara akumulatif dan menyeluruh, dapat dilihat sebagai titik api bertemunya dua proses pokok yakni proses pergumulan elit politik yang intensif yang terpusat pada pertarungan politik tentang kelangsungan rezim Orde Baru dan kepemimpian Presiden Suharto yang telah kehilangan kepercayaan rakyat dan proses cepat pemburukan ekonomi.

Di bidang politik terjadi gejala yang mengindikasikan adanya pertarungan faksi-faksi intra elit yang melibatkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam pemerintahan maupun masyarakat yang terpusat pada isu penggantian kepemimpinan nasional. Hal ini tampak dari adanya faktor dinamika politik seperti yang tampak dalam pertemuan di Makostrad tanggal 14 Mei 1998 antara beberapa pejabat ABRI dengan beberapa tokoh masyarakat, yang menggambarkan bagian integral dari pergumulan elit politik. Di samping itu dinamika pergumulan juga tampak pada tanggung jawab Letjen TNI Prabowo Subianto dalam kasus penculikan aktivis.

Analisa ini semakin dikuatkan dengan fakta terjadinya pergantian kepemimpinan nasional satu minggu setelah kerusuhan terjadi, yang sebelumnya telah didahului dengan adanya langkah-langkah ke arah diberlakukannya TAP MPR No. V /MPR/1998.

Di bidang ekonomi terjadi krisis moneter yang telab mengakibatkan membesarnya kesenjangan sosial ekonomi, menguatnya persepsi tentang ketikdakadilan yang semakin akut dan menciptakan dislokasi sosial yang luas yang amat rentan terhadap konflik vertikal (antarkelas) dan horizontal (antargolongan).

Di bidang sosial, akibat krisis bidang politik dan ekonomi, nampak jelas gejala kekerasan massa yang eksesif yang cenderung dipilih sebagai solusi penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk penjarahan di antara sesama penduduk di daerah. Begitu pula adanya sentimen ras yang laten dalam masyarakat telah merebak menjadi rasialisme terutama di kota-kota besar. Di samping itu identitas keagamaan telah terpaksa digunakan oleh sebagian penduduk sebagai sarana untuk melindungi diri sehingga menciptakan perasaan diperlakukan secara diskriminstif pada golongan agama lain. Mudah dipahami bahwa latar belakang kekerasan-kekerasan itu telah menjadikan peristiwa penembakan mahawiswa Universitas Trisakti sebagai pemicu kerusuhan berskala nasional.

Pada aras mikro (massa) dapat dianalisis bahwa dari satuan unit wilayah (enam lokasi kota yang dipilih TGPF), terdapat beberapa kesamaan, kemiripan, maupun variasi pola kerusuhan.

Pertama, di Jakarta pola umum kerusuhan terjadi dalam empat tahap, yaitu:
(a) tahap persiapan/pra perusakan meliputi aktivitas memancing reaksi dengan cara membakar material tertentu (ban, kayu, tong sampah, barang bekas) dan atau dengan cara membuat perkelahian antar kelompok/pelajar juga dengan meneriakan yel-yel tertentu untuk memanasi massa/menimbulkan rasa kebencian seperti: "mahasiswa pengecut", "polisi anjing;"
(b) tahap perusakan meliputi aktivitas seperti: melempar batu, botol, mendobrak pintu, memecahkan kaca, membongkar sarana umum dengan alat-alat yang dipersiapkan sebelumnya;
(c) tahap penjarahan meliputi seluruh aktivitas untuk mengambil barang atau benda-banda lain dalam gedung yang telah dirusak;
(d) tahap pembakaran yang merupakan puncak kerusuhan yang memberikan dampak korban dan kerugian yang paling besar.

Kedua, di Solo, TGPF menemukan fakta yang selain memberi petunjuk jelas mengenai keterlibatan para preman termasuk organisasi pemuda setempat, juga dari kelompok yang berbaju loreng dan baret merah sebagaimana yang digunakan kesatuan Kopassus, dalam mengkondisikan terjadinya kerusuhan. Kasus-kasus Solo, mengindikasikan keterkaitan antara kekerasan massa di tingkat bawah dengan pertarungan elite di tingkat atas.

Ketiga, Surabaya dan Lampung dan dikelompakkan menjadi satu kategori, karena beberapa ciri yang serupa. Di kedua kota ini, kerusuhan relatif berlangsung cepat dan segara dapat diatasi, skalanya relatif kecil dengan korban dan kerugian yang tidak begitu parah. Sekalipun pada kasus kedua kota ini juga didapati "penumpang gelap" (free rider) dan provokator lokal tetapi keduanya menunjukkan lebih menonjol sifat lokal, sporadis, terbatas, dan spontan.

Keempat, kasus Palembang lebih tidak bersifat spontan dibanding Surabaya dan Lampung. Para "penumpang gelap" atau provokator lokal lebih berperan dan mengarah pada kerusuhan terencana dan terorganisir dalam skala yang lebih besar.

Kelima, sedangkan kasus Medan, unsur-unsur penggerak lokal dengan ciri preman kota lebih menonjol lagi. patut diingat, bahwa kerusuhan di Medan sudah terjadi sepekan sebelum kerusuhan tanggal 13-15 Mei 1998 di lima kota lainnya, namun Medan merupakan titik awal rangkaian munculnya secara nasional.

Dari uraian di atas, TGPF menemukan bahwa kerusuhan di Jakarta, Solo, Medan mempunyai kesamaan pola. Sedangkan kerusuhan di Palembang secara umum memiliki kesamaan dengan kerusuhan di Jakarta, Solo, Medan namun memiliki ciri spesifik di mana provokator dan "penumpang gelap" sukar dibedakan. Adapun kerusuhan yang terjadi di Lampung dan Surabaya, pada hakekatnya menunjukkan sifat-sifat yang lokal, sporadis, terbatas dan spontan.



Korban dan Kerugian



Tentang korban, selama ini dirasakan adanya kecenderungan dari pemerintah, masyarakat termasuk mass media memusatkan perhatian pada korban akibat kekerasan seksual semata-mata. Fakta menunjukkan bahwa yang disebut korban dalam kerusuhan Mei 1998 adalah orang-orang yang telah menderita secara fisik dan psikis karena hal-hal berikut, yaitu: kerugian fisik/material (rumah atau tempat usaha dirusak atau dibakar dan hartanya dijarah), meninggal dunia saat terjadinya kerusuhan karena berbagai sebab (terbakar, tertembak, teraniaya, dan lain-lain), kehilangan pekerjaan, penganiayaan, penculikan dan rnenjadi sasaran tindak kekerasan seksual.

Dengan demikian, korban dalam kerusuhan Mei lalu dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Kerugian Material:
Adalah kerugian bangunan, seperti toko, swalayan, atau rumah yang dirusak, termasuk harta benda berupa mobil, sepeda motor, barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya yang dijarah dan/atau dibakar massa. Temuan tim menunjukkan bahwa korban material ini bersifat lintas kelas sosial, tidak hanya menirnpa etnis Cina, tetapi juga warga lainnya. Namun yang paling banyak menderita kerugian material adalah dari etnis Cina.




2. Korban kehilangan pekerjaan:
Adalah orang-orang yang akibat terjadinya kerusuhan, karena gedung atau tempat kerjanya dirusak, dijarah dan dibakar, membuat mereka kehilangan pekerjaan atau sumber kehidupan. Yang paling banyak kehilangan pekerjaan adalah anggota masyarakat biasa.

3. Korban meninggal dunia dan luka-luka:
Adalah orang-orang yang meninggal dunia dan luka-luka saat terjadinya kerusuhan. Mereka adalah korban yang terjebak dalam gedung yang terbakar, korban penganiayaan, korban tembak dan kekerasan lainnya.

4. Korban Penculikan:
Adalah mereka yang hilang/diculik pada saat kerusuhan yang dilaporkan ke YLBHI/Kontras dan hingga kini belum diketemukan, mereka adalah:
- Yadin Muhidin (23 tahun) hilang di daerah Senen.
- Abdun Nasir (33 tahun) hilang di daerah Lippo Karawaci;
-Hendra Hambali (19 tahun), hilang di daerah Glodok Plaza;
-Ucok Siahaan (22 tahun), hilang tidak diketahui di mana;


Jumlah Korban dan Kerugian



Sulit ditemukan angka pasti jumlah korban dan kerugian dalam kerusuhan. Untuk Jakarta, TGPF menemukan variasi jumlah korban meninggal dunia dan luka-luka sebagai berikut:
(1) data Tim Relewan 1190 orang akibat ter/dibakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, 91 luka-luka;
(2) data Polda 451 orang meninggal, korban luka-luka tidak tercatat;
(3) data Kodam 463 orang meninggal termasuk aparat keamanan, 69 orang luka-luka;
(4) data Pemda DKI meninggal dunia 288 , dan luka-luka 101 .
Untuk kota-kota lain di luar Jakarta variasi angkanya adalah sebagai berikut:
(1) data Polri 30 orang meninggal dunia, luka-luka 131 orang, dan 27 orang luka bakar;
(2) data Tim Relawan 33 meninggal dunia, dan 74 luka-luka.

Opini yang selama ini terbentuk adalah bahwa mereka yang meninggal akibat kesalahannya sendiri, padahal ditemukan banyak orang meninggal bukan karena kesalahannya sendiri. Perbedaan jumlah korban jiwa antara yang ditemukan tim dengan angka resmi yang dikeluarkan pemerintah terjadi karena pada kenyataannya begitu banyak korban yang telah dievakuasi sendiri oleh masyarakat, sebelum ada evakuasi resmi dari pemerintah. Korban-korban ini tidak tercatat dalam laporan resmi pemerintah.




Kekerasan Seksual



Dengan mengacu Deklarasi PBB tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. Sementara bila dipakai rujukan dari hukum positif Indonesia maka semua peristiwa kekerasan seksual tak dapat dijelaskan secara memadai dan adil. Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan Mei 1998 lalu, dapat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu: perkosaan, perkosaan dengan penganiayaan, penyerangan seksual/penganiayaan dan pelecehan seksual.

Kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 terjadi di dalam rumah, di jalan dan di tempat usaha. Mayoritas kekerasan seksual terjadi di dalam rumah/bangunan. TGPF juga menemukan bahwa sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, di mana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama dan di tempat yang sama. Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain. Meskipun korban kekerasan seksual tidak semuanya berasal dari etnis Cina, namun sebagian besar kasus kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei l998 lalu diderita oleh perempuan dari etnis Cina. Korban kekerasan seksual ini pun bersifat lintas kelas sosial.



Tidak ada kepastian jumlah korban



Dari hasil verifikasi dan uji silang terhadap data yang ada, menjadi nyata bahwa tidak mudah memperoleh data yang akurat untuk menghitung jumlah korban kekerasan seksual, termasuk perkosaan. TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.

Dari jumlah korban kekerasan seksual yang dilaporkan yang rinciannya adalah:

1. Yang didengar langsung: 3 orang korban
2. Yang diperiksa dokter secara medis: 9 orang korban;
3. Yang diperoleh keterangan dari orang tua korban: 3 orang korban;
4. Yang diperoleh melalui saksi (perawat, psikiater, psikolog): 10 orang korban;
5. Yang diperoleh melalui kesaksian rokhaniawan/pendamping (konselor): 27 orang korban;




Korban perkosaaan dengan penganiayaan: 14 orang korban:
1. Yang diperoleh dari keterangan dokter: 3 orang korban;
2. Yang diperoleh dari keterangan saksi mata (keluarga): 10 orang korban;
3. Yang diperoleh dari keterangan konselor: 1 orang korban;

Korban penyerangan/penganiayaan seksual: 10 orang korban:
1. Yang diperoleh dari keterangan korban: 3 orang korban;
2. Yang diperoleh dari keterangan rohaniawan: 3 orang korban;
3. Yang diperoleh dari keterangan saksi (keluarga): 3 orang korban;
4. Yang diperoleh dari keterangan dokter: 1 orang korban;

Korban pelecehan seksual: 9 orang korban:
1. Yang diperoleh dari keterangan korban; 1 orang korban;
2. Yang diperoleh dari keterangan saksi: 8 orang korban (dari Jakarta dan Surabaya)




Akibat



1. Besarnya jumlah korban jiwa selama kerusuhan disebabkan oleh telah terkumpulnya secara berpola terlebih dahulu jumlah massa yang besar disekitar gedung-gedung pusat pertokoan yang kemudian pada awalnya didorong memasuki gedung-gedung tersebut meninggal di dalam gedung yang terbakar. Bahwa jumlah korban jiwa yang besar juga diakibatkan oleh sangat lemahnya upaya penyelamatan, baik oleh masyarakat maupun instansi/aparatur. Faktor kebakaran dan skala kerusuhan yang telah terjadi merupakan penyebab utama dari kerugian materiil yang sangat besar.

2. Dari segi intensitas kekerasan terhadap sebagian korban yang menjadi sasaran serangan, dimensi sentimen anti rasial terhadap golongan etnik Cina yang latent merupakan faktor penyebab dominan yang mudah diekspolitir untuk menciptakan kerusuhan. Faktor lain yang telah menyebabkan penyerangan terhadap kelompok etnis Cina karena penyerangan awal yang ditujukan terhadap toko-toko dan rumah- rumah milik golongan etnis tersebut yang terkonsentrasi di beberapa wilayah tertentu.

3. Kekerasan seksual telah terjadi selama kerusuhan dan merupkan satu bentuk serangan terhadap martabat manusia yang telah menimbulkan penderitaan yang dalam serta rasa takut dan trauma yang luas. Kekerasan seksual terjadi karena adanya niat tertentu, paluang, serta pembentukan psikologi massa yang seolah-olah membolehkan tindakan tersebut dilakukan sehingga melipatgandakan terjadinya perbuatan tersebut.

4. Sosial Ekonomi. Tekanan dan kesenjangan sosial ekonomi yang diperparah oleh kelangkaan bahan pokok yang dialami masyarakat, rawan terhadap pengeksploatasian sehingga melahirkan dorongan-dorongan destruktif untuk melakukan tindak-tindak kekerasan (perusakan, pembakaran, penjarahan dan lain-lain). Sebagian besar mereka yang terlibat ikut- ikutan dalam kerusuhan pada dasarnya adalah korban dari keadaan serta struktur yang tidak adil. Mereka berasal dari lapisan rakyat kebanyakan.

5. Adanya kesimpangsiuran di masyarakat tentang ada tidaknya serta jumlah korban perkosaan timbul dari pendekatan yang didasarkan kepada hukum positif yang mensyaratkan adanya laporan korban, ada/tidaknya tanda-tanda persetubuhan dan atau tanda-tanda kekerasan serta saksi dan petunjuk. Di pihak lain, keadaan traumatis, rasa takut yang mendalam serta aib yang dialami oleh korban dan keluarganya, membuat mereka tidak dapat mengungkapkan segala hal yang mereka alami.

Dari korban kekerasan seksual, khususnya korban perkosaan yang berjumlah 14 orang, setelah diverifikasi terdapat dua kelompok korban ditinjau dari sudut pendekatan positif dan empirik yaitu:
1. Fakta yang berasal dari korban langsung dan IDI yang berdasarkan sumpah jabatan dan Protokol Jakarta sebanyak 3 orang.
2. Fakta yang berasal dari keluarga korban, saksi, psikater/psikolog maupun rohaniwan/pendamping sebanyak 11 orang.


Dari temuan lapangan, banyak pihak yang berperan di semua tingkat, baik sebagai massa aktif maupun provokator unytuk mendapatkan keuntungn pribadi maupun kelompok atau golongan, atas terjadinya kerusuhan. Kesimpulan ini merupakan penegasan bahwa terdapat keterlibatan banyak pihak, mulai dari preman lokal, organisasi politik dan massa, hingga adanya keterlibatan sejumlah anggota dan unsur di dalam ABRI yang di luar kendali dalam kerisuhan ini. Mereka mendapatkan keuntungan bukan saja dari upaya secara sengaja untuk menumpangi kerusuhan, melainkan juga dengan cara tidak melakukan tindakan apa-apa. Dalam konteks inilah, ABRI tidak cukup bertindak untuk mencegah terjadinya kerusuhan, padahal memiliki tanggung jawab untuk itu. Di lain pihak, kemampuan masyarakat belum mendukung untuk turut mencegah terjadinya kerusuhan

a). Perbaikan Kondisi Sosial Ekonom

Ø Kondisi Sosial Bangsa Indonesia Setelah Tanggal 21 Mei 1998

Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji atau upah para pekerjanya. Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Jumlah pengangguran yang cukup besar ini hendaknya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sebab, pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah-masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan kriminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Alasan yang sering muncul yakni pernyataan-pernyataan seperti masalah ekonomirumah tangga yang di hadapinya sehingga mereka melakukan tindakan kriminal tersebut.
Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek kehidupan yag lebih baik. Namun, ada praktiknya tuntutan reformasi telah di salahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat mekin mudah terjadi dan seringkali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan perekonomian yang tidak segera kunjung membaik menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat.

Beberapa konflik sosial yang terjadi pada era reformasi di beberapa wilayah :

1.    Kalimantan Barat

Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang beredar di masyarakat menyebabkanpenduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni etnis Madura melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antaretnis tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat.

2.    Kalimantan Tengah

Pada tanggal 18 Februari 2001 pecah konflik antar etnis Madura dan Dayak. Konflik itu diawali dengan terjadinya pertikaian perorangan antaretnis di Kalimantan Tengah. Ribuan rumah dan ratusan nyawa melayang sia-sia akibat pertikaian antaretnis tersebut. Sebagian pengungsi dari etnis Madura yang diangkut dari Sampit untuk kembali ke kampung halamannya di Madura ternyata juga menimbulkan masalah di kemudian hari. Kondisi Pulau Madura Yang kurang menguntungkan menyebabkan sebagian warganya menolak kedatangan para pengungsi itu.

3.     Sulawesi Tengah

Konflik sosial di Sulawesi Tengah tepatnya di daerah Poso berkembang menjadi konflik antar agama. Kejadian bermula di picu oleh perkelahian antar Roy Luntu Bisalembah (Kristen) yang kebetulan sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam) di dekat Masjid Darussalam pada tanggal 26 Desember 1998. Entah isu apa yang berkembang di masyarakat, perkelahian dua orang berbeda agama itu berkembang menjadi ketegangan antaragama di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik tersebut juga menyebabkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur. Ratusan nyawa melayang. Konflik sempat mereda, tetapi masuknya beberapa orang asing ke daerah konflik tersebut menyebabkan ketegangan dan kerusuhan terjadi lagi. Beberapa dialog digelar untuk meredakan konflik tersebut, seperti pertemuan Malino yang di lakukan pada tanggal 19-20 Desember 2001.

4.    Maluku

Konflik sosial ynag dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian diawali dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan kota pada tanggal 19 januari 1999. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan diserai pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas dengan pembakaran dan perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula antaragama berkembang mnejadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan mengibarkan Bendera Republik Maluku I Selatan (RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban.

 Dari beberapa kejadian itu terlihat betapa di era reformasi terjadi pergeseran pelaku kekerasan. Di era orde baru, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh oknum ABRI daripada warga sipil. Namun, pada era reformasi kekerasan justru di perlihatkan oleh sesama warga sipil. Masyarakat semakin beringas dan hukum seperti tidak ada. Banyak kejadian kriminal yang pelakunyaa tertangkap basah langsung dihakimi bahkan sampai meninggal oleh masyarakat. Kinerja para penegak hukum sepertinya sudah tidak dapat dipercaya lagi. Masyarakat sudah muak melihat berbagai kasus besar yang melibatkan pejabat negara dan oknum militer tidak tertangani sampai tuntas meskipun mereka dinyatakan bersalah.
Dampak reformasi juga terlihat dari munculnya lembaga-lembaga yang menyuarakan aspirasi untuk menyelidiki dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia. Banyak kasus-kasus seperti korupsi dan pelanggaran HAM yang belum terselesaikan yang terjadi pada masa Orde Baru sampai masa Orde Reformasi. Oleh karena itu, sebagai sebuah momen untuk menyampaikan aspirasi, masa reformasi menjadi orientasi bagi lembaga-lembaga penyelidik untuk menyelidiki kasus-kasus pelanggaran, khususnya korupsi, hukum, dan HAM. Lembaga-lembaga tersebut antara lain :

1.       Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juli 1993 berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, namun pada tahun 1999 persoalan Komnas HAM diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Fungsi Komnas HAM melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, penawaran, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Tujuan Komnas HAM :

a.       Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal hak asasi manusia.
b.      Meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dlam berbagai bidang kehidupan.

Ketua Komnas HAM periode 2007-2012 adalah Ifdhal Kasim.

2.       Mahkamah Konstitusi (MK)

Masalah Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Berdirinya Mahkamah Konstitusi diawali dengan adanya perubahan ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24 C, dan pasal 7b yang disahkan pada tanggal 9 November 2001. UU yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah No. 24 Tahun 2003. ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddique, S.H. (guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia) Prof. Dr. Jimly Asshiddque, S.H. terpilih pada rapat internal antaranggota hakim ketua Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003. Menurut UUD 1945 kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalahsebagai berikut.

a.         Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
b.         Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 adalah Mahfud M.D. dengan wakil ketua Abdul Mukhtie Fadjar.

3.         Komisi Pemberanatasan Korupsi (KPK)

KPK adalah sebuah komisi yang dibentuk tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi.

4.       Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap provinsi adalah empat orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Adapun tugas dan wewenang DPD antara lain sebagai berikut.

a.       Mengajukkan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah. 

Pengajuan itu meliputi:

1.       hubungan pusat dan daerah,
2.       pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
3.       pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
4.       perimbangan keuangan pusat dan daerah

b.      Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

c.         Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota badan pemeriksa keuangan (BPK)

d.         Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah. Pelaksanaan pengawasan daerah itu :

1.       Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
2.       Hubungan pusat dan daerah,
3.       Pengelolaan sumber daya alam,dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
4.       pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

e.     Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan pertimbangan bagi DPR tentang RUU  yang berkaitan dengan APBN.

Alat kelengkapan DPD adalah pimpinan, panitia Ad Hoc, Badan kehormatan, dan panitia panitia lain yang diperlukan. ketua DPD untuk periode 2009-2014 adalah Irman gusman (sumatra barat) dan wakil ketua Gusti Kanjeng Ratu Hemas (DIJ) dan La Ode Ida (sulawesi tengah). untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPD, dibentuk sekretariat jendral DPD yang ditetapkan dengan keputusan presiden,dan personelnya terdiri atas PNS. Sekretariat jendral DPD di pimpin oleh seorang sekretaris jendral yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan presiden dan usul pimpinan DPD.
Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut menunjukkan bahwa masih dibutuhkannya suatu badan yang dapat mengawasi perkembangan Indonesia di Orde Reformasi ini. Karena ternyata masih banyak ditemukan adanya pelanggaran yang berkaitan dengan korupsi, HAM, dan hukum.




A.      Kondisi Ekonomi dan Politik Bangsa Indonesia Setelah Tanggal 21 Mei 1998

Sejak tanggal 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Pada tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir. Tanggal 18 Mei para mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Hal ini berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai 15. 000 per dollar. Dari realita di atas, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya pada Presiden B.J Habibie.

                Sehari setelah B.J. Habibie dilantik sebagai presiden RI ke-3, beliau mengumumkan susunan Kabinet Reformasi Pembangunan dan dilantik pada tanggal 23 Mei 1998. Di dalam kabinet baru ini, Presiden Habibie mengikutsertakan beberapa menteri yang berasal dari luar Golkar sebagai anggota kabinetnya. Namun hal ini bukan berarti kabinet Presiden B.J. Habibie dapat begitu saja di terima, karena pemerintahan baru ini tetap dianggap sebagai kelanjutan dari kekuasaan orde baru. Sementara itu para pendukung reformasi sendiri terbagi menjadi dua, antara yang mendukung dan menolak pemerintahan B.J. Habibie.

                Selama kurun waktu setahun pemerintahan B.J. Habibie telah mengadakan sejumlah langkah pembaharuan di bidang politik, penyelenggaraan ekonomi. Upaya-upaya pembaharuan tersebut, antara lain menyangkut beberapa hal penting, seperti tentang kebebasan pers, pelepasan narapidana politik, kebebasan mendirikan partai politik, penyelenggaraan sidang istimewa MPR pada bulan November 1998, dan pelaksaan pemilu pada tanggal 7 Juni 1999, program rekapitulasi perbankan, pemisahan kepolisian dan TNI, dan memberikan otonomi yang luas bagi provinsi Timor Timur.

                Dalam masa tiga bulan kekuasaan pemerintah B.J. Habibie, ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti. Enam dari tujuh bank yang telah dibekukan dilikuidasi pemerintah pada bulan Agustus 1998. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih tetap lemah, di atas 10. 000 per dollar Amerika Serikat. Persediaan Sembilan bahan pokok di pasaran juga semakin berkurang dan tidak berjalan seperti  harganya meningkat cepat. Pada bulan Mei 1998, harga satu kilogram beras rata-rata Rp. 1000 namun harga tersebut sempat naik menjadi Rp 3.000 per kilogram pada bulan Agustus 1998. Antrian panjang masyarakat membeli beras dan minyak goring mulai terlihat di berbagai tempat.

                Sejak berlangsungnya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Hal tersebut terlihat dari nilai rupiah yang masih bertahan di Rp 8.000, 00-Rp 9.000,00 per dolar AS, keadaan perekonomian semakin memburuk dan kesejahteraan rakyat semakin menurun. Pengangguran semakin meluas, karena segala usaha sudah tidak cukup menguntungkan sehingga dilakukan perampingan dan pemutusan hubungan kerja. Bahkan investasi dari dalam maupu lur negri tidak berjalan seperti sebelumnya. Indonesia bukan lagi tempat investasi yang menarik bagi investor luar negri. Akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan per kapita cenderung memburuk sejak krisis 1997.

                Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat tersebut, pemerintah melakukan kebijakan sebagai berikut.
1.       Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkin.
2.       Penyediaan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau.
3.       Penyediaan fasilita ummu, sepereti rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan dengan harga yang terjangkau.
4.       Penyediaan ruang sekolah, guru, dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau.
5.       Penyediaan klinik, dokter, dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau.

Di samping penanganan masalah pengangguran dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga-harga produt pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan orde baru maupun krisis sejak tahun 1997 tidak pernah berpihak kepada para petani. Oleh sebab itu, kehidupan petani Indonesia rata-rata dalam keadaan miskin. Keadaan seperti ini hendaknya di ubah, agar dapat memperbaiki nasib para petani.

Sejak jatuhnya Soeharto dan naiknya Habibie menjadi presiden, terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian negara yang di tinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang presiden dalam waktu yang singkat.

Pemerintah Indonesia pun sebenarnya berusaha memulihkan keadaan ekonomi nasional dengan menjalin kerja sama dengan Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, kebijaksanaan ekonomi pemerintah Indonesia atas saran dua lembaga keuangan dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga keuangan dunia itu menyarankan agar subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan telefon dicabut. Akibatnya, terjadi kenaikan biaya pada ketiga sektor tersebut sehingga rakyat makin terjepit. Atas desakan rakyat Indonesia, akhirnya pemerintah memutuskan hubungan dengan dua lembaga keuangan pada masa pemerintahan presiden Megawati Soekarnoputri. Para pemilik bank (bankir) di Indonesia juga ikut memperburuk keadaan dengan membawa lari dana penyehatan bank (dana BLBI) yang mereka terima. Maksud pemerintah sebenarnya baik, yaitu ikut membantu menyehatkan bank akibat krisis keuangan yang menimpa. Akan tetapi, mental mereka memang sudah rusak sehingga dana itu malah dipakai untuk hal lain sehingga mereka tidak bisa mengembalikan.

PBB membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria UNAMET. Jajak pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September 1999. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak menerima otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi khusus yang ditawarkan pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasil jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak otonomi khusus.

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi khusus dengan nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh. Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yaitu ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan dan perampokan truk-truk pembawa kebutuhan rakyat, serta terjadinya penculikan dan pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia. Agar keadaan tidak makin parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR, akhirnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hukum darurat militer di berlakukan di Aceh. Para pendukung Gerakan Aceh Merdeka ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja menyengsarakan warga sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.

Gejolak politik di era reformasi juga ditandai dengan banyaknya teror bom di Indonesia. Teror bom terbesar terjadi di sebuah tempat hiburan Legian, Kuta, Bali yang menewaskan ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu lalu. Keadaan yang tidak aman dan banyaknya teror bom memperburuk citra Indonesia di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut diperparah dengan tidak di tegakkannya hukum dan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana mestinya. Berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM terutama yang menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya pada penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan negara sejak Soeharto tidak menjadi Presiden RI.

                       http://kenny-hyunsoo.blogspot.co.id/2012/09/dampak-reformasi.html