Jumat, 22 Mei 2015

MAKALAH PERBANKAN INDONESIA DALAM MENUNJANG / MENDUKUNG PERDAGANGAN LUAR NEGRI KHUSUSNYA DENGAN MENGGUNAKAN LC ( Letter of Credit )


                                                                          BAB I

                                   PENDAHULUAN

1.   LATAR BELAKANG

Perdagangan antar negara sekarang ini sudah merupakan hal yang umum dan biasa.  Transaksi dapat berjalan lancar dan dalam waktu yang tidak lama. Jika dibandingkan pada masa 15 tahun sebelumnya dimana peralatan dan sarana belum memadai sehingga untuk melakukan suatu transaksi internasional membutuhkan waktu yang lama. Peningkatan tehnologi dalam segala bidang ini sangat membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan negara lain untuk mengolahnya produk yang dihasilkan dalam negerinya   tetapi masih dalam bentuk setengah jadi.  Pedagang, dalam hal ini eksportir/penjual dan importir/pembeli  dalam melakukan transaksi  melahirkan hak dan kewajiban, baik bagi pihak eksportir maupun bagi pihak importir.  Eksporitr wajib menyerahkan barang sesuai dengan perjanjian dan berhak menerima sejumlah pembayaran atas harga barang yang telah diserahkan/dijual.  Sedangkan importir wajib menyerahkan sejumlah uang untuk membayar atau melunasi harga barang yang telah diterima/ dibeli dan berhak menuntut penyerahan barang yang telah dibayar/dilunasi harganya tersebut.
            Transaksi perdagangan yang para pihaknya  berada disuatu tempat yang sama dan saling berhadapan,  maka pemenuhan hak dan kewajibannya tidak mengalami banyak masalah karena hak dan kewajiban tersebut dapat dilaksanakan secara langsung  (cash and carry).  Akan tetapi apabila pembeli dan penjualnya terpisah, antar negara, maka akan menimbulkan beberapa masalah karena perbedaan-perbedaan yang antara lain :
–     perbedaan penerapan peraturan oleh sistem hukum masing-masing negara
Dalam perdagangan internasional sering terjadi bahwa suatu perjanjian jual beli tidak dapat terlaksana dengan baik disebabkan adanya larangan dari Pemerintah setempat untuk membeli (mengimpor) atau menjual (mengekspor)  komoditi tertentu yang merupakan obyek jual beli.

–     perbedaan penggunaan mata uang  dalam bertransaksi
Penggunaan mata uang asing, nilai tukar mata uang asing tersebut terhadap mata uang setempat harus diperhitungkan dengan cermat agar pihak pembeli tetap mampu membayar bila terjadi devaluasi  pada saat harus membayar harga barang yang diterima atau pihak penjual tetap memenuhi standar mutu barang sesuai dengan perjanjian meskipun  harus mengalami kerugian.
–     perbedaan kebiasaan-kebiasaan umum termasuk istilah-istilah setempat.
    Demikian pula dalam melakukan pembayaran transaksi face to face , pembeli akan melakukan pembayaran atas harga barang yang dibeli/diterimanya jika ia telah merasa yakin bahwa kondisi barang yang diterimanya itu sudah sesuai dengan kehendaknya, baik mutu maupun jumlahnya sehingga terjadilan pembayaran secara tunai (cash payment) atau secara kredit.  Dalam perdagangan internasional, para pihak tidak berhadapan langsung dan barang yang akan dibeli juga tidak dilihat atau diteliti secara langsung sehingga adalah sangat berisiko tinggi apabila pembeli langsung melakukan pembayaran harga barang yang belum diterima.

            Di Indonesia, ketentuan perjanjian jual beli  diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Buku III Bab V Burgerlijk Wetboek (BW).   Dari 83 pasal ini, tidak satupun pasal yang mengatur tentang cara pembayaran yang harus digunakan dalam perdagangan.  Hal ini disebabkan karena sistem hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka dengan azas kebebasan berkontrak, azas konsensualitas terbuka dan azas kekuatan mengikat dari perjanjian.   Ketentuan-ketentuan dalam BW hanya mengatur hal-hal pokok tentang perjanjian jual beli yang umumnya bersifat pelengkap dan akan digunakan jika ada hal-hal yang belum diatur pada perjanjian para pihak.  Misalnya dalam Pasal 1478 BW diatur bahwa penjual tidak wajib menyerahkan barang jika pembeli belum melakukan pembayaran.  Apabila dalam perjanjian jual beli antara penjual dengan pembeli disyaratkan bahwa penjual harus menyerahkan barangnya terlebih dahulu kemudian setelah pembeli menerima barang tersebut baru dilakukan pembayaran maka jika penjual menolak menyerahkan barang dengan alasan pembeli belum membayar  maka penjual dapat dianggap wanprestasi.

            Ketentuan mengenai pembayaran, hanya disebutkan dalam pasal-pasal tentang kewajiban pembeli, yaitu Pasal 1513 BW, bahwa kewajiban utama Pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditentukan dalam perjanjian dan Pasal 1514 BW mengatur bahwa jika penentuan waktu dan tempat tidak diperjanjikan maka akan dilakukan pada waktu terjadi penyerahan barang.  Jadi yang diatur hanya mengenai waktu dan tempat pembayaran bukan cara pembayaran, sehingga para pihak bisa menentukan sendiri cara pembayaran dalam perjanjian mereka.

          Pembayaran pada transaksi dunia perdagangan di samping dilakukan dengan cara tunai (cash payment), dikenal pula beberapa cara lain, yaitu :
·         Pembayaran dimuka (Advance Payment)

Pembayaran yang dilakukan  terlebih dahulu oleh pembeli kepada penjual sebelum barang diterima, bahkan barang tersebut belum dikapalkan.  Dalam pembayaran ini kedudukan antara pembeli dengan penjual tidak seimbang, artinya kedudukan penjual sangat diuntungkan karena penjual telah menerima pembayaran dari barang yang belum dikirim sedang pembeli menghadapi risiko pengiriman barang yang sepenuhnya tergantung dari penjual.
·         Pembayaran Kemudian (Open Payment)

Pembayaran ini kebalikan dari pembayaran dimuka, dimana pembayaran baru akan dilakukan oleh pembeli setelah menerima barang yang dipesannya.  Dalam pembayaran ini kedudukan pembeli lebih diuntungkan karena pembeli telah menerima barang yang belum dibayar sehingga penjual akan menghadapi risiko pembayaran yang sepenuhnya tergantung  pada pembeli.  Pembayaran ini sering juga dikenal dengan istilah Open Account.
·         Collection  Draft  (Wesel Inkasso)

Pembayaran hanya akan dilakukan oleh pembeli kepada penjual jika pembeli telah menerima dokumen-dokumen barang baik berupa financial  document  maupun commercial document yang dikirim oleh penjual.
·         Konsinyasi (Consigment)

Pembayaran akan dilakukan oleh pembeli jika barang yang dititipkan oleh penjual sudah terjual semuanya.  Jadi pembeli dalam hal ini hanya sebagai tempat penitipan untuk menjualkan barang.   Apabila barang yang dititip jual tersebut belum terjual maka penjual tidak bisa menuntut pembayaran dari pembeli meskipun barang tersebut telah lama berada ditangan pembeli.  Pembayaran ini jelas lebih menguntungkan pembeli, karena pembeli tidak perlu menyediakan modal dan tidak menghadapi risiko kerugian akibat barang yang dijualnya tidak laku. Kebalikannya, penjual menghadapi risiko pembayaran yang sangat tergantung kepada niat baik pembeli.
·         Surat Kredit Berdokumen (Letter of Credit)

Surat Kredit Berdokumen atau Letter of Credit  yang biasa disingkat dengan L/C, merupakan surat yang diterbitkan oleh bank atas nama nasabahnya yang bertindak sebagai pembeli untuk kepentingan penjual/beneficiary, yang berisikan kesanggupan membayar sejumlah tertentu kepada penjual/beneficiary melalui bank beneficiary jika beneficiary melengkapi semua dokumen yang disebutkan dalam L/C tersebut dan menyerahkannya kepada bank beneficiary.
Dari berbagai cara pembayaran yang dikenal dalam dunia perdagangan maka cara pembayaran dengan letter of credit lah yang paling menguntungkan kedua belah pihak karena kedudukan pembeli / importir maupun penjual / eksportir seimbang.  Impotir menyerahkan sejumlah uang yang merupakan pembayaran atas harga pembelian barangnya kepada bank untuk dibukakan atau diterbitkan L/C yang ditujukan kepada eksportir melalui bank korespondennya di tempat eksportir berada.  Selanjutnya eksportir menyediakan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut dan menyerahkan ke bank untuk dinegosiasikan.  Jadi secara otomatis dan tanpa syarat apapun eksportir melalui perantara Bank Pembuka L/C dan Bank Pembayar akan  membayar kepada eksportir jika dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut telah dipenuhi oleh eksportir dan diserahkan ke Bank Pembayar.  Kedudukan bank dalam hal ini hanya bertindak sebagai penengah atau perantara karena tidak memihak kepada importir maupun eksportir pada waktu pembayaran dilakukan dan juga sekaligus  bertindak sebagai penjamin karena:

a.  Bank telah dipercaya dan dikenal bonafiditasnya baik oleh si pembeli maupun oleh sipenjual.
b. Sesuai fungsinya yang berkecimpung dibidang keuangan yang setiap transaksi perdagangannya baik dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk valas dimonitori oleh Pemerintah.
c.  Bank tertentu, yang telah mempunyai hubungan operasionil keseluruhan dunia sehingga memudahkan pelaksanaan mekanisme pembayaran melalui bank.
Itulah sebabnya maka cara pembayaran dengan L/C yang paling aman dan banyak digunakan dalam perdagangan internasional.
Rumusan Masalah
Bagaimana peranan perbankan di Indonesia dalam menunjang/ mendukung perdagangan luar negri khusunya dengan menggunakan LC ( Letter of Credit ) ?

                                                                     BAB II

                                   PEMBAHASAN

Dasar hukum penggunaan L/C sebagai cara pembayaran adalah Peraturan Pemerintah  Nomor 1 Tahun 1982 yang mana dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah ini mengemukakan bahwa pembayaran ekspor dan impor dapat dilakukan dengan metode Letter of Credit dan metode Non Letter of Credit.  Dalam pelaksanaannya L/C yang digunakan adalah yang diatur dalam Uniform Custom and Practice for Documentary Credit, Revisi 1993, Publikasi ICC No. 500  atau biasa disingkat menjadi  UCP No. 500 Revisi 1993, hal ini dikemukakan dalam ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 yaitu Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 dan mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Januari 1994 sampai saat ini.
Jenis-Jenis L/C :
            L/C yang dapat diterbitkan oleh bank bermacam-macam sifat dan jenisnya, antara lain :
  • Revocable Letter Of Credit
L/C yang dapat ditarik kembali atau dibatalkan kapan saja dan tidak mengikat pihak manapun juga walaupun tanggal jatuh temponya belum berakhir.
Bentuk L/C ini sangat jarang digunakan dalam transaksi perdagangan, baik dalam perdagangan ekspor impor maupun dalam perdagangan interinsuler karena risiko yang sangat besar.  L/C ini sewaktu-waktu dapat ditarik atau dibatalkan oleh pihak pembuka L/C tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak lainnya yang ada  hubungannya dengan L/C tersebut dengan syarat pihak pembuka L/C harus membayar kembali kepada pihak bank lain yang telah melakukan pembayaran sebelum menerima pemberitahuan pembatalan ini.
 Bentuk L/C ini hanya menguntungkan pihak pembeli dan sangat merugikan pihak penjual.  Posisi  penjual setiap saat bisa dirugikan meskipun kesalahan / kelalaian bukan berada dipihaknya.  Menurut Hartono Hadisoeprapto (1984: 30),  revocable L/C  ini akan menempatkan penjual dalam posisi yang kurang menguntungkan dan  bank di Indonesia dilarang untuk menerbitkan revocable L/C.
  • Irrevocable Letter Of Credit
L/C yang tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat, yakni pembeli, penjual dan pihak bank yang bersangkutan sebelum masa berlakunya berakhir.  Selama masih dalam jangka waktu berlaku L/C tersebut,  pembayaran L/C itu tetap dijamin oleh bank pembuka.  Untuk melakukan perubahan atas L/C ini jika ada  kekeliruan maka harus sepengetahuan dan ada persertujuan dari penjual dan pihak bank pembuka L/C.  Berdasarkan  pembayaran yang akan dilakukan oleh bank  pembuka maka Irrevocable L/C ini terbagi atas 2 macam, yaitu:
a. Irrevocable Unconfirmed L/C
Irrevocable L/C yang hanya diadvis (dikonfirmasikan/diteruskan) melalui bank lain tanpa ada kewajiban lain lagi bagi bank tersebut,  misalnya menjamin pembayaran L/C itu dari Advising Bank atau Bank Penerus tersebut.
 b. Irrevocable Confirmed L/C
Irrevocable L/C yang disamping diadviskan ke bank lain juga Advising Bank tersebut menjamin pembayaran L/C itu, disamping oleh Bank Pembuka.  L/C ini merupakan L/C yang paling aman bagi penjual karena disamping tidak bisa dibatalkan tanpa persetujuan dari semua pihak yang terlibat dalam L/C tersebut juga pembayarannya masih dijamin oleh Advising Bank dan Opening Bank.
  • Usance L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh negotiating bank atau bank pembayar ke penjual pada saat jatuh tempo waktu yang ditentukan dalam L/C tersebut.  Jadi barang sudah dikapalkan dan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut  sudah diserahkan ke negotiating bank atau bank pembayar tetapi pembayarannya masih harus menunggu suatu jangka waktu tertentu —sesuai dengan yang ditentukan dalam L/C—  baru dilakukan oleh negotiating bank atau bank pembayar ke penjual.  Jangka waktu pembayaran ini bervariasi antara 30 hari sampai 360 hari setelah tanggal pengapalan barang.
  • Sight L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh negotiating bank atau bank pembayar ke penjual pada saat barang sudah dikapalkan dan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut sudah diserahkan ke negotiating bank atau bank pembayar.
  • Red Clause L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh negotiating bank atau bank pembayar ke penjual yang juga merupakan penerima L/C, pada saat penjual menerima L/C tersebut.  Jadi pembayaran sebesar nilai L/C atau sejumlah persentase tertentu dari nilai L/C sudah dilakukan meskipun barang belum dikapalkan dan semua dokumen yang disyaratkan  dalam   L/C  tersebut  juga belum diserahkan ke negotiating bank atau paying bank.
  • Transferable  L/C
L/C yang dapat dipindah tangankan atau dijual oleh eksportir kepada pihak ketiga.  Meskipun transferable L/C ini dapat dipindah tangankan atau dijual tetapi L/C ini bukan merupakan surat berharga, yaitu surat yang dapat diperdagangkan karena L/C ini hanya boleh dipindah tangankan satu kali saja.
  • Non Transferable  L/C
 L/C  yang  tidak  dapat  dipindah  tangankan  atau  tidak  dapat  dijual  oleh  eksportir kepada pihak ketiga.  Yang berhak atas L/C tersebut hanyalah eksportir/penjual yang namanya dissebut secara jelas dalam L/C tersebut.
  • Documentary L/C
L/C yang mewajibkan penjual untuk menyerahkan:
–       transport document, berupa dokumen barang dan dokumen pengapalan yang merupakan bukti pemilikan barang; dan
–       financial document, berupa bill of exchange atau wesel untuk  mendapatkan pembayaran L/C tersebut dari bank pembayar.
  • Clean L/C
L/C yang hanya mewajibkan penjual untuk menyerahkan  financial document berupa  bill  of  exchange  atau  wesel untuk mendapatkan pembayaran L/C tersebut dari bank pembayar.

  • Revolving L/C
L/C yang secara otomatis bisa berlaku berulang kali tanpa membuka L/C baru lagi.  L/C ini digunakan untuk pengiriman barang yang tidak sekaligus tetapi secara bertahap dimana setiap kali pengiriman barang, jumlah barang yang dikirim dan nilai nominal L/C tersebut selalu sama.  L/C ini baru berakhir apabila total jumlah pengiriman barang telah sama dengan kontraknya.
Berdasarkan sifatnya, maka Revolving L/C ini dibedakan atas:
– Revolving L/C  Commulative
Nilai L/C yang belum direalisasi akan digunakan untuk pengiriman barang selanjutnya sehingga pada penggunaan terakhir L/C ini, total nilai tahapan tersebut sama dengan nilai semula.
– Revolving L/C  Non-Commulative
Nilai L/C yang direalisasi jika ada sisanya, maka sisanya ini dihapus dan untuk penggunaan berikutnya tetap akan menggunakan nilai L/C yang semula.  Jadi setiap kali penggunaan L/C ini nilainya selalu sama meskipun realisasinya tidak sama dan hanya dapat digunakan selama jangka waktu L/C belum berakhir.
  • Back to Back  L/C
L/C yang diterbitkan oleh bank pembuka atas permintaan nasabahnya (yang akan menerima L/C) dengan menjaminkan L/C yang akan diterimanya pada bank pembuka tersebut.  L/C yang dijadikan jaminan ini biasanya disebut Master L/C atau L/C Induk.  Dalam hal ini bank pembuka back to back L/C adalah juga merupakan bank pembayar atas Master L/C atau Induk L/C dan kedudukan penerima Master L/C adalah sebagai penjual dan kedudukannya terhadap back to back L/C adalah sebagai pembeli.
  • Standby L/C
Clean L/C yang diterbitkan oleh bank pembuka untuk dijadikan jaminan atau garansi atas suatu transaksi yang memerlukan pembayaran secara bertahap.
Proses Penerbitan dan  pembayaran Letter  of  Credit
Dalam proses dan mekanisme Letter of Credit menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/150/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1996 dikemukakan 2 hal utama, yaitu:
 1.  Proses Penerbitan Letter of Credit
Setiap permohonan penerbitan Letter of Credit oleh Pembeli pada bank harus disertai perjanjian jual beli atausales contract antara Pembeli itu dengan Penjual -orang yang tercantum namanya sebagai penerima L/C-. Sales Contract ini merupakan dasar untuk membuka L/C, karena apa yang disyaratkan dalam sales contractinilah yang dituangkan menjadi syarat L/C pula.  Mulai dari jenis barang yang dibeli, kapan barang tersebut harus dikirim atau dikapalkan, harga, kuantitas, kualitas barang yang dikirim dan syarat/cara pembayarannya.  Kesepakatan antara Penjual dengan Pembeli bahwa cara pembayaran dengan L/C mengharuskan  Pembeli yang merupakan pihak pemohon pembukaan L/C, memohon ke bank agar diterbitkan L/C dengan syarat-syarat yang sama dalam sales contractnya dan syarat-syarat umum lainnya.
Proses terbitnya suatu L/C, mulai dari masuknya permohonan pembukaan L/C sampai diterbitkannya L/C tersebut secara  umum adalah sebagai berikut :
  1. Pembeli atau Applicant menghubungi banknya dan menyatakan maksudnya akan membuka L/C, dengan mengisi formulir permohonan pembukaan L/C yang sudah dibakukan dari bank.  Dalam formulir tersebut telah tersedia kolom tentang kondisi/syarat yang dikehendaki Pembeli/Applicant dalam L/C nya.
  2. Formulir permohonan dari Pembeli/Applicant akan diperiksa apakah tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.  Jika tidak dan setelah  pemohon menyerahkan sejumlah dana sebagai jaminan atas penerbitan L/C maka bank ini akan menerbitkan L/C, yang telah diberi nomor register dan tanggal penerbitan L/C tersebut.  Bank yang menerbitkan L/C ini disebut Opening Bank / Issuing Bank.  Opening Bank akan meneruskan L/C nya langsung ke bank Penjual apabila bank Penjual tersebut adalah koresponden banknya,  jika bukan maka akan melalui bantuan bank penerus ke bank Penjual.  Kedudukan bank Penjual sebagai Paying Bank / negotiation Bank, tergantung dari hubungannya dengan issuing Bankdan syarat dari L/C itu sendiri.
  3. Bank Penerima L/C akan meneruskan L/C itu  ke Bank Penjual apabila Bank Penjual merupakan bank penerus dan Bank Penjual akan menghubungi Penjual untuk menyampaikan bahwa ada L/C untuknya.
Jadi dalam proses penerbitan L/C ini minimal melibatkan 4 pihak, yaitu:
       – Pembeli /  importir / applicant , yang juga merupakan pihak pemoho penerbitan L/C;
       – Opening /Issuing Bank , pihak yang menerbitkan L/C
       – Paying / Negotiating Bank, pihak yang meneruskan L/C ke penjual
       – Penjual / Beneficier / eksportir, pihak penerima L/C.
2.  Proses Pembayaran Letter of Credit
          Setelah suatu L/C yang telah diterima oleh Bank Penjual dan memberikan ke Penjual maka proses pembayaran L/C tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Berdasarkan L/C yang diterima, Penjual menyiapkan barang yang akan dikirim dan sekaligus mengurus semua perlengkapan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut lalu menyerahkan ke pihak bank Penjual.
  2. Bank Penjual yang bisa merupakan Paying Bank atau Negotiating Bank itu akan menerima dokumen dari Penjual dan memeriksanya.  Bila dokumen-dokumen tersebut sudah sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C maka bank akan mengambil alih atau menerima semua dokumennya dan melakukan pembayaran kepada Penjual sebesar nilai nominal yang tercantum dalam L/C setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh bank.
  3. Selanjutnya Paying Bank mengirim dokumen-dokumen yang diterima dari Penjual ke issuing Bank.  Bank Pembayar hanya akan mengirim dokumen barang ke   issuing Bank   jika Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi dan dokumen keuangannya (financial documents) ke Bank Tertarik.  Penentuan suatu Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya tergantung dari hubungan Bank Pembuka dengan Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik dan hal ini sudah ditentukan dalam L/C nya.
  4. Setelah Bank Pembuka   -baik sebagai Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya-  menerima dokumen tersebut maka diperiksanya.  Jika dokumen-dokumen itu sudah sesuai dengan syarat yang diminta dalam L/C maka Bank Pembuka atau Bank  Tertarik akan membayar kepada Bank Pembayar atas biaya-biaya yang telah dikeluarkannya.  Sedangkan Bank Penegosiasi tidak akan melakukan lagi pembayaran ke Bank Pembayar.
  5. Bank Pembuka menyampaikan ke pembeli bahwa dokumen-dokumen atas L/C yang dibuka telah ada.
  6. Pembeli membayar semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Bank Pembuka setelah diperhitungkan dengan jaminan awal yang telah diserahkan Pembeli pada waktu L/C akan diterbitkan.
  7. Bank menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Pembeli dan dokumen-dokumen itu kemudian digunakan untuk pengambilan barang oleh Pembeli.
            Dari proses penerbitan dan  pembayaran Letter  of  Credit dapat dilihat bahwa yang menentukan dilakukannya pembayaran atas suatu L/C tergantung pada kelengkapan dokumen yang ditentukan dalam L/C.  Secara garis besar dokumen-dokumen L/C ada 2 macam,  yaitu :
  1. dokumen financial, yang terdiri dari wesel/draft
  2. dokumen barang, yang antara lain adalah commercial Invoice, Bill of Laiding, Packing List, Insurance Policy, Certificate of Origin, Certificate of Quality, Certificate of Health, PEB dan lain-lain tergantung dari jenis barang yang diperjual belikan.
Jenis dokumen barang yang disyaratkan dalam L/C ini tergantung dari kesepakatan para pihak apa yang diinginkan selain mengikuti kebiasaan umum dalam perdangan jenis objek jual beli tersebut.
            Apabila dokumen yang disyaratkan dalam L/C tidak sama persis dengan dokumen yang diajukan oleh eksportir atau terdapat penyimpangan-penyimpangan maka yang dapat dilakukan oleh Paying Bank adalah :
  1. menunda pembayaran dan mengembalikan dokumen tersebut ke eksportir untuk diperbaiki.
  2. menyarankan / meminta agar eksportir segera menghubungi importir untuk dilakukan perubahan/amandement atas syarat-syarat L/C agar sesuai dengan kondisi dokumen eksportir.
  3. melakukan pembayaran dengan ada jaminan dari eksportir bahwa pembayaran akan dikembalikan apabila issuing bank menolak melakukan pembayaran karena penyimpangan tersebut.
Paying Bank tidak berwenang untuk merubah atau menafsirkan lain  persyaratan dokumen dalam L/C.  Apabila atas inisiatif Paying Bank melakukan pembayaran terhadap L/C yang persyaratannya tidak sesuai dengan L/C maka issuing bank berhak  menolak  penggantian uang paying bank yang telah diterima oleh eksportir, hal ini merupakan tanggung jawab paying bank sendiri.
            Keadaan barang yang tidak sesuai dengan hal yang tertera dalam dokumen terlampir, ini bukan merupakan tanggung jawab dari bank.   Importir dapat menggugat eksportir melalui pengadilan atau arbitrase, hal ini tergantung perjanjian mereka yang mengatur tentang cara penyelesaian jika terjadi perselisihan.  Bank hanya berurusan dengan dokumen oleh karena itu tidak bertanggung jawab terhadap kondisi barang yang sebenarnya.
            Cara pembayaran dengan L/C ini peranan bank sangat penting karena tanpa bank maka tidak ada L/C  yang diterbitkan.  Tujuan bank bertindak sebagai penjamin atas transaksi jual beli yang dilakukan oleh applicant / importir dengan beneficier / eksportir adalah untuk mendapat profit dari jasa yang diberikan dan disamping itu juga untuk menunjukkan eksistensinya dan reputasinya sebagai bank yang dipercayai diluar negeri.  Menurut ketentuan Bank Indonesia maka sekali bank telah menerbitkan L/C maka tidak dapat lagi membatalkan L/C tersebut dengan alasan apapun kecuali L/C tersebut yang sendiri tidak berlaku lagi karena kadaluwarsa, maksudnya karena telah melewati jangka waktu berlakunya L/C sebagaimana telah ditentukan dalam L/C tersebut sendiri.  Hal ini untuk mencegah pembatalan L/C yang dapat merugikan salah satu pihak yang telah mengeluarkan biaya untuk penyediaan barang.   Oleh karena itu issuing bank bertanggung jawab sepenuhnya atas L/C yang diterbitkan sepanjang semua syarat dalam L/C telah dipenuhi.

                                                                        BAB III

                                       PENUTUP

KESIMPULAN

–       Cara pembayaran dengan L/C pada perdagangan internasional  adalah paling aman, baik dilihat dari segi importir maupun eksportir. Masing-masing terlindungi kepentingannya, importir kepentingannya telah dituangkan dalam syarat-syarat  yang harus dipenuhi oleh eksportir.  Apabila syarat-syarat  yang  disebutkan dalam L/C tidak dipenuhi  oleh eksportir maka eksportir tentu tidak mendapat pembayaran dari negotiating Bank.  Sedangkan kalau semua syarat dalam L/C dipenuhi oleh eksportir maka ia berhak atas sejumlah uang yang telah disebutkan dalam nominalL/C tersebut.
 – Cara pembayaran dengan L/C pada perdagangan internasional  menurut teorinya dapat dibatalkan tetapi menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia maka berdasarkan Surat  L/c yang telah diterbitkan tidak dapat dibatalkan dengan alasan apapun.


SARAN

      Melihat pentingnya fungsi L/C sebagai salah satu cara pembayaran yang digunakan dalam perdagangan internasional maka sebaiknya ketentuan L/C ini dibuat dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi misalnya Peraturan Pemerinah bukan hanya merupakan Surat Keputusan Bank Indonesia.



Tugas Kliring dan Cek


Pengertian Kliring
Kliring adalah jasa penyelesaian utang piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang akan di kliringkan di lembaga kliring. lembaga kliring ini dibentuk dan dikoordinasi oleh Bank Indonesia setiap hari kerja . peserta kliring adalah bank yang sudah memperoleh izin dari bank indonesia.

Tujuan dilaksanakn kliring oleh bank indonesia adalah:
  ·        Untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran  giral
  ·        agar perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilaksanakan lebih mudah , aman, dan efisien

Warkat-warkat yang dapat dikliringkan adalah:
  ·        Cek
  ·        Bilyet Giro(BG)
  ·        Wesel Bank
  ·        Surat bukti penerimaan Transfer dari luar kota
  ·        Lalu lintas Giral (LLG)/Kota kredit

Jenis-Jenis Kliring

     Kliring  umum,  adalah  :  sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  pelaksanaannya  diatur  oleh  B I.

     Kliring  lokal,  adalah  :  sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  berada  dalam  suatu  wilayah  kliring  (wilayah  yang  ditentukan).

     Kliring  antar  cabang,  adalah  :  sarana  perhitungan  warkat  antar  kantor  cabang  suatu  bank  peserta  yang  biasanya  berada  dalam  satu  wilayah  kota.  Kliring  ini  dilakukan  dengan  cara  mengumpulkan  seluruh  perhitungan  dari  sauatu  kantor  cabang  untuk  kantor  cabang  lainnya  yang  bersangkutan  pada  kantor  induk  yang  bersangkutan.

Waktu Kliring

Jadwal kliring ekonomi di seluruh Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) zona waktu untuk dapat melakukan transfer kredit dengan lancar, maka kliring kredit dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus kliring.
Pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus pertama dilakukan mulai pukul 08.15 WIB s.d. 11.30 WIB sedangkan pengiriman transfer/data keuangan elektronik kredit pada siklus kedua dilakukan mulai pukul 12.45 WIB s.d. 15.30 WIB.
Untuk kliring debet pengiriman warkat/data keuangan elektronik debet ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) dengan batas maksimal pengiriman hasil perhitungan kliring lokal ke Penyelenggara Kliring Nasional (PKN)  pada pukul 15.30 WIB.
Jadwal kliring di atas adalah pada level bank, sedangkan pada level nasabah dilakukan lebih awal sesuai dengan jadwal yang ditetapkanmasing-masing bank.

Proses Kliring

Proses penyelenggaraan SKNBI terdiri dari 2 (dua) sub sistem, yaitu :

Kliring Debet

1.  Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring pengembalian, digunakan untuk transfer debet antar Bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain).
2.  Penyelenggaan kliring debet dilakukan secara lokal di setiap wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
3.  PKL akan melakukan perhitungan kliring debet berdasarkan Data Keuangan Elektronik (DKE) debet yang dikirim oleh peserta.
4.  Hasil perhitungan kliring debet secara lokal tersebut selanjutnya dikirim ke Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN).

Kliring Kredit

1.  Digunakan untuk transfer kredit antar bank tanpa disertai penyampaian fisik warkat (paperless).
2.  Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional.
3.  Perhitungan kliring kredit dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Nasional atas dasar Data Keuangan Elektronik kredit yang dikirim peserta.

Batasan Nominal

1.  Nilai nominal warkat debet tidak dibatasi kecuali untuk warkat debet yang berupa nota debet, yaitu setinggi-tingginya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per nota debet. Pembatasan nilai nominal pada nota debet tidak berlaku apabila nota debet diterbitkan oleh Bank Indonesia dan ditujukan kepada bank atau nasabah bank.
2.  Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi di bawah Rp100.000.000,00 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000,00 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).

Mekanisme Kliring

Dalam pelaksanaannya, kliring harus dihadiri oleh peserta-peserta yang terdiri dari Bank Indonesia, bank-bank umum, dan kantor cabang-cabang. BI atau bank umum yang ditunjuk sebagai penyelenggara oleh Bank Indonesia, harus yakin bahwa para peserta kliring mempunyai jaminan kliring pada bank penyelenggara, karena hal tersebut adalah syarat utama bagi para peserta kliring untuk mengikuti proses kliring. Dalam proses kliring biasanya ada pihak-pihak yang mempunyai “utang” dan ada pihak-pihak yang mempunyai “piutang”. Pihak yang mempunyai “utang” adalah bank yang mendapat tagihan dari bank lainnya.
Sepanjang tidak ada penolakan dari bank yang bersangkutan mengenai tagihan yang masuk kepadanya, bank penyelenggara akan mengurangi saldo rekening bank tersebut sebesar jumlah tagihannya. Peristiwa ini biasa disebut dengan istilah kliring masuk. Sedangkan pihak yang mempunyai “piutang” adalah bank yang melakukan tagihan kepada bank lainnya. Sama dengan kliring masuk, maka sepanjang tidak ada penolakan dari pihak lawan, pihak penyelenggara (dalam hal ini Bank Indonesia) akan menambah rekening bank yang bersangkutan sebesar jumlah tagihannya. Peristiwa ini biasa disebut dengan istilah kliring keluar.
Perhitungan kliring yang melibatkan dua bank, penyelesaian utang-piutangnya akan dilakukan dengan mudah dan cepat, namun bila melibatkan banyak bank prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan cenderung lebih rumit. Sehingga penyelesaiannya perlu dilakukan pada suatu lembaga yang yang merupakan tempat untuk memperhitungkan utang-piutang antarbank yang terlibat dalam proses kliring yaitu Lembaga Kliring.

Bank yang bisa mengikuti kliring

Setiap Bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali BPR (Bank Perkreditan Rakyat), Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat Terminal Pusat Kliring dan jaringan komunikasi data baik main maupunback up untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi.

Jenis-jenis Cek

Cek Atas Nama

Merupakan cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan hukum tertentu yang tertulis jelas di dalam cek tersebut. Sebagai contoh jika di dalam cek tertulis perintah bayarlah kepada: Tn. Roy Akase sejumlah Rp 3.000.000,- atau bayarlah kepada PT. Marindo uang sejumlah Rp 1.000.000,- maka cek inilah yang disebut dengan cek atas nama, namun dengan catatan kata "atau pembawa" dibelakang nama yang diperintahkan dicoret.

Cek Atas Unjuk

Cek atas unjuk merupakan kebalikan dari cek atas nama. Di dalam cek atas unjuk tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum tertentu jadi siapa saja dapat menguangkan cek atau dengan kata lain cek dapat diuangkan oleh si pembawa cek. Sebagai contoh di dalam cek tersebut tertulis bayarlah tunai, atau cash atau tidak ditulis kata-kata apa pun.

Cek Silang

Cek Silang atau cross cheque merupakan cek yang dipojok kiri atas diberi dua tanda silang. Cek ini sengaja diberi silang, sehingga fungsi cek yang semula tunai berubah menjadi non tunai atau sebagai pemindahbukuan.

Cek Mundur

Merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal seka¬rang, misalnya hari ini tanggal 01 Mei 2002. Sebagai contoh. Tn. Roy Akase bermaksud mencairkan selembar cek dan di mana dalam cek tersebut tertulis tanggal 5 Mei 2002. jenis cek inilah yang disebut dengan cek mundur atau cek yang belum jatuh tempo, hal ini biasanya terjadi karena ada kesepakatan antara si pemberi cek dengan si penerima cek, misalnya karena belum memiliki dana pada saat itu.

Cek Kosong

Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya tidak tersedia di dalam rekening giro. Sebagai contoh nasabah Tn. Rahman Hakim menarik cek senilai 60 juta rupiah yang tertulis di dalam cek tersebut, akan tetapi dana yang tersedia di rekening giro tersebut hanya ada 50 juta rupiah. Ini berarti kekurangan dana sebesar 10 juta rupiah, apabila nasabah menariknya. Jadi jelas cek tersebut kurang jumlahnya dibandingkan dengan jumlah dana yang ada.

RTGS (Real Time Gross Settlement)

RTGS adalah jasa transfer uang valuta Rupiah antar Bank baik dalam satu kota maupun dalam kota yang berbeda secara real time. Hasil transfer efektif dalam hitungan menit.

Karakteristik:

Dapat dilakukan di seluruh cabang Bank
Pengiriman hanya dalam bentuk mata uang Rupiah
Batas waktu transfer sesuai waktu yang ditentukan Bank

Manfaat:

Memudahkan Nasabah dalam melakukan transaksi bisnis khususnya dalam hal transaksi keuangan sehingga kredibilitas Nasabah dapat terjamin.
Dana yang ditransfer Nasabah dalam hitungan menit dapat diterima di Bank tujuan dengan aman dan mudah.
Tidak perlu membawa uang tunai untuk menyelesaikan bisnis.

Peruntukkan:

Perorangan
Badan Usaha/badan hokum

Syarat:

Mandiri
Mengisi slip transfer
Dikenakan biaya RTGS sesuai ketentuan Bank